OK kalau ada perda antimiras, itu bagus. Minuman
keras memang bisa berpotensi menimbulkan kriminalitas karena jika dikonsumsi
terlalu banyak maka menimbulkan penurunan kesadaran. Orang bisa berbuat semau
saja bila sudah teler, mulai dari menggoda mbak-mbak teller yang semok (meskipun
orang sadar tak kalah dahsyatnya saat suit-suitin mereka), sampai membagi-bagi
stiker antirokok (?). Pas lagi zonk,
bisa salah coblos jago dari parpol lain, gara-gara ada foto cowok cakep dengan
nama yang mirip kondisi jiwanya (yang baru manunggal
kaliyan ‘gusti’). Perda ini mungkin juga untuk mengatasi kecurangan para
mafia miras. Cukong-cukong itu maunya bikin orang lain mabok tapi mereka nggak
mau nyekek setetespun karena takut salah hitung duit hasil penjualannya. Bisa
jadi kalo pas hangover trus liat duit
seribu, kok nol-nya jadi dobel-dobel.
Tapi lihat dulu, kalau rakyat dilarang mabok
trus aparat dan elit-elit politiknya apa sudah memberi teladan antimaksiat?
Misalnya, polisi tidak minta uang sogokan buat membebaskan seseorang dari
tilang, pejabat pemerintah tidak menyunat dana bantuan ke bawah, caleg atau
calon lain tidak menebar politik uang sekalian melestarikan dinastinya dalam
tampuk kekuasaan. Sudahkah? Kalau belum marilah kita melaksanakan himbauan AA
Gym: ‘mulai dari hal kecil’, ‘mulai dari diri sendiri’, dan ‘mulai sekarang’.
Ada mungkin yang berdalih bahwa penegakan hukum
terhadap pelaku KKN akan dilaksanakan ‘sambil jalan’. Maksudnya akan dieksekusi berbarengan dengan
penegakan perda antimiras tersebut. Ya tapi dari dulu kok selalu rencana?
Bukankah celaka jika orang gemar mengatakan akan
berbuat kebaikan itu.
Kalau masih jauh panggang dari api, maka ya
tingkah kalian para petinggi bakal ditertawakan rakyat. (tertawanya sambil
mabok pula)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar